Dalam hal melaksanakan keadilan, Imam Ali r.a. benar-benar
tidak memilih bulu. Yang benar dinyatakan benar, yang salah dinyatakan salah,
tak peduli siapa saja yang dihadapinya. Apakah yang dihadapinya itu orang lain,
keluarga sendiri, orang kaya atau miskin, orang yang berkedudukan atau pun
tidak. Dalam pandangan Imam Ali r.a. sebagai penegak hukum Allah, semua manusia
adalah hamba Allah yang sama darjat.
Dalam suatu kesempatan, Aqil bin Abi Thalib saudara Imam Ali r.a.– menceritakan
penyaksiannya sendiri tentang keadilan saudara kandungnya itu, sebagai berikut:
“Waktu berkunjung ke rumah Imam Ali r.a., Aqil melihat Al Husein r.a. sedang
kedatangan seorang tetamu. Ia meminjam wang satu dirham untuk membeli beberapa
potong roti. wang itu belum cukup untuk keperluan membeli lauk. Kepada pelayan
rumahnya, Qanbar, Al Husein r.a. minta supaya dibukakan kantung kulit berisi
madu yang dibawa orang dari Yaman. Qanbar mengambil madu setakar.”
“Waktu Imam Ali r.a. datang dan minta supaya Qanbar mengambilkan
kantong madu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang berhak, ia melihat
madu sudah berkurang. Imam Ali r.a. bertanya: ‘Hai Qanbar, kukira sudah terjadi
sesuatu dengan wadah madu ini!’ Sebagai jawaban, Qanbar menjelaskan bahwa ia
disuruh Al Husein mengambilkan madu setakar dari wadah itu. Mendengar itu bukan
main marahnya Imam Ali r.a.: ‘Panggil Husein ke mari!’…”
Waktu Husein tiba di depannya, Imam Ali r.a. segera mengambil
cemeti, tetapi Al Husein cepat-cepat berkata: “Demi hak pakcikku, Ja’far ibn
Abi Talib!”
Biasanya bila nama Ja’far disebut-sebut, marah Imam Ali r.a.
segera menjadi reda. Kepada Husein, Imam Ali r.a. bertanya: “Apa sebab engkau
berani mengambil bahagian dulu sebelum dibagi?” Puteranya menjawab: “Kami semua
mempunyai hak atas madu itu. Kalau nanti kami menerima bahagian, akan kami
kembalikan sebagai ganti.”
Dengan suara melunak Imam Ali r.a. menasihati puteranya:
“Ayahmu yang akan menggantikan itu! Tetapi walaupun engkau mempunyai hak,
engkau tidak boleh mengambil hakmu lebih dulu sebelum orang-orang muslim lain
mengambil hak mereka. Seandainya aku tidak pernah melihat sendiri Rasul Allah
s.a.w. mencium mulutmu, engkau sudah kusakiti dengan cemeti ini!”
Imam Ali r.a. menyerahkan wang satu dirham dan diselipkan
dalam baju Qanbar sambil berkata: “Belikan dengan wang ini madu yang baik dan
yang sama banyaknya dengan yang telah diambil!”
“Demi Allah…, demikian kata Aqil, “…seolah-olah sekarang ini
aku sedang melihat tangan Ali memegang mulut kantong madu itu dan Qanbar sedang
menuangkan madu ke dalamnya!”
Inilah contoh pemimpin dan sahabat didikan Rasulullah S.A.W.
agak2nya kalau berlaku kepada kita ataupun saudara mara kita, adakah kita akan
bersikap adil seperti ini?
No comments:
Post a Comment